Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerita Saidah Dan Saenih Menjadi Mitos Melempar Receh Di Jembatan Sewo

Jembatan Sewo Perbatasan Indramayu Subang | Google Map

Di suatu kampung hiduplah sepasang suami isteri yang mempunyai dua orang si kecil yang laki-laki bernama Saidah dan yang perempuan bernama Saenih. Kedua pasang suami isteri tersebut yaitu Ki Sarkawi dan Nyi Sarkawi. Pekerjaan Ki Sarkawi yaitu seorang pencari kayu bakar di hutan.

Tetapi nasib berkata lain, isterinya Nyi Sarkawi telah lebih dulu dipanggil Allah Tetapi Maha Kuasa sebelum kedua putera dan puterinya tumbuh besar. Sebelum dia mengembuskan nafas terakhirnya, Nyi Sarkawi berpesan kepada suaminya bahwa kedua anaknya semestinya diurus dengan bagus. Tetapi tak berapa lama Ki Sarawi mencari isteri lagi dan akhirnya menikah kembali dengan wanita lain.

Baik akhirnya kedua si kecil tersebut menerima seorang ibu tapi ibu tiri. Memang telah tak aneh lagi jikalau ada ibu tiri yang tak berbahagia dengan si kecil tirinya. Sebab yang dialami Saidah dan Saenih, dengan hati yang sabar keduanya tinggal bersama ayah dan ibu tirinya.

Hari berganti pekan, pekan berganti bulan, Ki Sarkawi pergi mencari kayu ke hutan dengan meninggalkan keluarganya. Pada suatu hari ibu tirinya pergi ke pasar, dia cuma berpesan kepada anaknya untuk menjaga rumah, sedangkan soal makan anaknya, ibu tiri itu tak bertanggung jawab sedikitpun.

“Saidah awas janganlah sekali-kali kau berani mengambil uang dan beras ini, dan jangan pula kau berani menggunakannya”, demikian pesan ibu tirinya kepada kedua si kecil tirinya. “Saat bu” jawab Saidah.

Dengan tak mengingat waktu dan si kecil tirinya, Ibu tiri tersebut pergi entah kemana, sedangkan anaknya dibolehkan menunggu di rumah tanpa diberi makan. Memandang kedua anaknya itu tak kuat menahan lapar, akhirnya kedua si kecil tersebut memberanikan diri untuk melanggar pesan ibu tirinya.

Saidah yang pada awalnya takut kepada ibu tirinya, tapi karena dia tak sampai hati melihat adiknya kelaparan, maka dimasaklah beras tersebut. Tiba-tiba ibu tirinya datang dan mengenal beras dan uangnya diaplikasikan, dia akhirnya memarahi kepada kedua si kecil tirinya tersebut.

Sebab sedang dimarahi oleh ibu tirinya tersebut, ayahnya datang. Dengan wajah yang sedih kedua anaknya itu merangkul ayahnya demikian pula ayahnya pun merangkul kedua putera dan puterinya tersebut.

Baik kedua anaknya yang amat kurus tersebut, Ki Sarkawi balik memarahi ibu tirinya yang amat kejam itu, dan dia bermaksud akan menceraikan isterinya tersebut. Memandang dia takut dicerai oleh suaminya maka isterinya pergi ke dukun dengan maksud agar suaminya sayang kepadanya dan dengan sendirinya akan membenci kedua anaknya.

“Pa, jikalau engkau sayang kepada saya, buanglah kedua anakmu itu”, demikian kata isterinya kepada Ki Sarkawi. Dengan cepatnya Ki Sarkawi menjawab “Saat bu, akan saya turuti seluruh kehendakmu”. Ingin telah terkena guna-guna dari dukun isterinya sehingga tanpa ada perasaan bersalah atau menolak dia menuruti perintah isterinya.

Malam hari dikala kedua anaknya itu sedang tidur lelap, dibangunkanlah oleh ayahnya. Saidah dan Saenih pun terkejut, kemudian dia bertanya “Sebab kemana ayah, pagi-pagi kami dibangunkan?” Kata Saidah.

“Sebab ke pasar nak, mari kita bersenang-berbahagia, biarkanlah ibu tirimu” jawa ayahnya. Kedua si kecil tersebut tak mempunyai pikiran buruk sedikitpun kepada ayahnya bahwa mereka akan dibuang ke dalam hutan.

Saenih tiba-tiba minta minum kepada ayahnya, Ki Sarkawi tampak berbahagia mendengar kemauan anaknya tersebut. Memandang dia berpikir bahwa inilah saatnya yang ideal untuk meninggalkan kedua anaknya.

Dia sekian lama pergi, ayahnya tak pernah kembali untuk membawakannya air minum. Sehingga anaknya dibolehkan ditinggal di dalam hutan tanpa ada persediaan makanan dan minuman. Ini dilakukan oleh Ki Sarkawi karena cintanya kepada isteri mudanya.

Memandang lelah kedua si kecil tersebut menunggu ayahnya akhirnya Saidah pergi menyusul ayahnya, sedangkan adiknya ditinggal seorang diri di tengah hutan. Sewaktu Saenih menangis di tengah hutan tiba-tiba datanglah seorang kakek yang kemudian menanyakan sebabnya dia ditinggal di tengah hutan.

Ingin kemudian menyebutkan permasalahannya kepada kakek tua tersebut, mendengar cerita Saenih tersebut, kakek itu bersedia menolong Saenih asal mau hidup sederhana. Saenih berbahagia mendengar ucapan kakek yang akan mengurusnya itu.

Berbulan-bulan dan bertahun-tahun Saenih tinggal bersama kakek tersebut, sampai pada suatu hari di suatu kampung ada pertunjukan tarling. Sang kakek menyuruh Saenih pergi menonton tarling tersebut dan kebetulan dalam pertunjukan tersebut kekurangan ronggeng. Saenih dipaksa untuk bernyanyi dan akhirnya dia pun mau bernyanyi. Memandang dia baru belajar banyak orang yang mengejek karena suaranya jelek.

Sekarang dia minta pertanda kepada kakeknya, bagaimana agar dia disukai banyak orang. Kakek pun berpesan jikalau mau terampil dan mau berbahagia, janganlah bernyanyi lebih dari tengah malam (Sebab kini jam 12 malam). Dan jangan menerima uang pemberian lebih dari seratus rupiah (Sebab seimbang dengan satu juta rupiah).

Memandang mujarabnya mantera sang Kakek, maka Saenih pun terkenal kemana-mana. Lama kelamaan akhirnya dia bertemu dengan kakaknya Saidah. Memandang terkenalnya akhirnya Saenih menjadi kaya raya. Tetapi sebagaimana kita kenal bahwa seluruh kesenangan dan kekayaan di dunia ini tak ada yang abadi. Sehingga dia lupa akan komitmennya dengan sang Kakek.

Bantu Saenih sedang nikmat-enaknya bernyanyi, seolah-olah ada kereta api lewat. Saenih mendiskusikan hal tersebut kepada kakaknya. “Kak kenapa di depan kita ini ada benda hitam menuju ke sini” kata Saenih. “Itu yaitu kereta yang kelak akan menjemputmu, sedangkan yang mengepul di atasnya yaitu kemenyan agar badanmu jadi harum, demikian jawab Sang Kakak.

“Oh, demikian itu kak” Saenih tiba-tiba mengeluarkan air mata, “Sebab demikian itu saya akan mati, tapi tak apalah, jikalau memang telah takdir saya. Dia sampaikan pesan saya, bawalah gelang dan kalung serta koper serta isinya untuk pengganti beras dan uang yang saya gunakan dulu’, jawab Saenih kepada kakaknya.

Sampai koper beserta dengan isinya tersebut diberi kepada Kakaknya dan akan diserahkan kepada ayahnya di rumah orang tuanya tersebut. Sang Ayah tak kuasa menahan tangis menerima kiriman dan pesan dari adiknya tersebut. Sang Kakak pun kemudian ijin kembali lagi ke rumahnya.

Ibu tiri dan ayahnya mendengar bahwa anaknya telah kaya raya dan tinggal di Desa Kali Sewo mau bertemu dengannya apalagi kekayaan keduanya telah habis sehingga dia menjadi orang yang tak mempunyai apa-apa lagi. Kedua suami isteri tersebut merangkul si kecil laki-lakinya Saidah dan dia pun menyesali tindakan jahatnya dulu.

Ki Sarkawi bertanya kepada anaknya, “Nak, kemana Saenih kini?”, Ingin pun menjawab bahwa Saenih telah meninggal dunia, dan dia menyebutkan bahwa dirinya disuruh oleh Saenih untuk memberikan koper dan seisinya kepada ayah dan ibu tirinya sebagai pengganti beras dulu yang pernah diterapkannya.

Ayahnya kemudian pulang kerumahnya lewat jembatan Sungai Sewo. Waktu kedua orang tua tersebut menyeberangi sungai Kali Sewo keduanya jatuh ke sungai dan tenggelam ke dalam sungai tersebut. Mungkin telah takdirnya kedua suami isteri tersebut meninggal di sungai Sewo dan dikuburkan di pinggir Kali Sewo.

 kini kuburan di pinggir Kali Sewo tersebut masih ada dan tak heran jikalau banyak orang yang melemparkan uang receh dikala melintas di jembatan Sewoharjo perbatasan Subang dengan Indramayu sebagai tolak bala.

Cerita rakyat ini dikutip dari Buku Sejarah Indramayu Karya H.A Dasuki.


Tag : jembatan sewo pantura jembatan sewo dua dunia jembatan sewo harjo jembatan sewo mp3 jembatan sewo pamanukan misteri jembatan sewo tragedi jembatan sewo mitos jembatan sewo pantura sejarah jembatan sewo subang video jembatan sewo jembatan sewo jembatan sewo indramayu mitos jembatan sewo cerita jembatan sewo cerita jembatan sewo indramayu kecelakaan di jembatan sewo foto jembatan sewo sejarah jembatan sewo indramayu jembatan kali sewo indramayu dua dunia jembatan sewo indramayu jembatan kali sewo sejarah jembatan kali sewo misteri jembatan kali sewo mitos jembatan kali sewo legenda jembatan kali sewo video jembatan kali sewo dua dunia jembatan kali sewo legenda jembatan sewo legenda jembatan sewo indramayu letak jembatan sewo lagu jembatan sewo misteri jembatan sewo pantura misteri jembatan sewo subang jembatan sewo subang jembatan sasak sewo asal usul jembatan sewo subang sejarah jembatan sewo situs jembatan sewo

Post a Comment for "Cerita Saidah Dan Saenih Menjadi Mitos Melempar Receh Di Jembatan Sewo"